Jumat, 17 September 2010

Membedakan Antara Bid’ah Sesat dan Bid’ah yang terpuji dalam islam

Karena aku capek berargumen karena dengar orang ini bid'ah, itu bid'ah, tahlilan, raya ketupat,dll smua bid'ah. Semua menjudge jelek bid'ah

Aku sudah banyak, mendengar ceramah, yang satu bilang terang2an Bid'ah, ini itu, dari kubu yang lain aku mendengar juga bukan, ini baik. Ada yang lebih extrim, dan extrim lagi. Semua itu aku masukkan untuk pengetahuan yang luas, dan menerima apa mereka bilang karena semua ada dasar asal-usulnya. Jangan suka menjudge kalau gak tau.

Oke mari kita membaca, agar pikiran kita terbuka. Bid'ah juga macam-macam.

Membedakan Antara
Bid’ah Sesat dan Bid’ah yang terpuji dalam islam
Sebagian orang mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat (jelek), dan setiap kesesatan akan masuk neraka. Dampak dari pemahaman ini, banyak dari mereka yang tidak mau melakukan; Tahlilan, Manakiban, Dibaan, Membaca al Barzanji, Selamatan, Tingkepan dan lain-lain. Karena mereka menganggap bahwa hal-hal (tradisi) diatas merupakan bentuk bid’ah yang tidak boleh dilakukan.

Untuk mengetahui benar dan tidaknya hal diatas mari kita coba
memahami pengertian dan pembagian bid’ah menurut para ulama;

I. Pengertian Bid’ah
Secara bahasa, bid’ah bermakna menciptakan sesuatu yang belum ada contohnya. Sedang secara istilah bid’ah adalah :
الْبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَصْرِ رَسُولِ اللَّهِ
' Mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) di masa Rasulullah SAW '.
Melihat pengertian di atas, bid’ah mencakup segala hal baru baik berkaitan dengan ibadah atau tidak, baik yang tercela (Bid'ah sayyiah) atau terpuji (Bid'ah hasanah)
Hal ini sebagaimana dawuhnya Imam Syâfi’i :

البِدْعَةُ بِدْعَتَانِ مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ
Bid’ah ada dua ; terpuji dan tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah (ajaran Nabi saw) adalah bidah yang terpuji, sedangkan yang menyalahi sunnah berati bidah yang tercela

الْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلَال وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ ِ
لَا يُخَالِفُ شَيْئًامِنْ ذَلِكَ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ ( أخرجه البيهقي عن الشافعي )
Hal yang baru ada dua macam; Pertama : Hal baru yang menyalahi al-Quran, hadits, atsar (ucapan shahabat) atau ijma’. Ini adalah bid’ah dlalâlah (sesat). Kedua : hal baru yang baik serta tidak menyalahi (hukum-hukum) Al Qur’an dan Al Hadits, maka hal baru ini tidaklah tercela (bid’ah Hasanah ) . Fath al-Bâri`, Juz. 8, hal. 293

II. Pembagian bid’ah menurut para Ulama
Sulthânul Ulama ( Syekh 'Izuddin ibnu Abdis Salâm ) dalam kitab al-Qowâid al-Ahkâm membagi Bid’ah menjadi lima macam:

1 Bid’ah Wajibah; yakni Hal-hal baru (bid’ah) yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan syara’.
Contoh: Mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf demi menjaga keaslian Al Quran karena banyaknya para penghafal Al Quran yang meninggal, Membukukan hadits sebagaimana yang dilakukan Imam Bukhari, Muslim, Mempelajari ilmu nahwu sebagai sarana memahami Al-Qur’an dan Hadist nabi saw.
2 Bid’ah Muharramah (bid’ah dlalâh); yakni hal-hal baru (bid’ah) yang bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits Nabi saw.
Seperti : Menganggap najis orang muslim yang berbeda aliran dengannya, Menyuap, Memiliki istri lebih dari empat, Ikut merayakan hari natal, Meyakini bahwa al-Quran adalah makhluk.
Keterangan;
Maksud dari hadis nabi SAW ; Setiap bid’ah itu sesat (وكلُّ بدعةٍ ضلالةٌ) itu maksudnya adalah bid’ah yang haram saja.

3 Bid’ah Mandûbah; yakni hal-hal baru (bid’ah) yang baik (sesuai dengan Al-Qur’an dan bersifat menghidupkan sunnah Nabi saw)
Contoh: Mendirikan madrasah, pesantren, dan sarana kebaikan lainnya yang belum ada pada masa Nabi SAW, Mengadakan peringatan maulid Nabi saw dengan semisal pengajian.

4 Bid’ah Makrûhah; yaitu hal-hal baru (bid’ah) yang berhubungan dengan hukum makruh. Seperti: Makan bawang merah atau bawang putih mentah.

5 Bid’ah Mubâhah; yakni segala bid’ah yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadits Nabi saw (tidak ada larangan) serta tidak ada anjuran. .
Seperti: Naik motor, mobil, bus, pesawat terbang dan lain-lain.

Dari kelima macam bid’ah di atas, yang tergolong bid’ah dlalâlah (bid’ah yang sesat) adalah bid’ah muharramah saja, bukan bid’ah-bid’ah yang lain. Dalam arti untuk selain bid’ah Muharramah itu tidak termasuk dalam bid’ah dholalah..( I’ânah at-Thâlibîn, Juz; I hal; 271, -Fatâwâ al-Hadîtsiyah hal. 109-110).


Pemahaman yang benar dari hadist nabi SAW;

إياكم ومُحْدَثَاتِ الأمورِ فإنّ كلَّ مُحْدَثَةٍ بدعةٌ وكلُّ بدعةٍ ضلالةٌ
“ Berhati – hatilah kalian terhadap Muhdatsat ( hal – hal yang baru ) karena
sesungguhnya semua muhdatsat itu bidah , dan semua bidah adalah sesat “
(HR Abu Dâwud, Ahmad, Ibn Mâjah )
Pemahaman yang benar !
Hadits diatas sholeh, tetapi kita tidak boleh tergesa-gesa memutuskan bahwa semua bidah adalah sesat (berdasarkan hadist tersebut). Untuk dapat memahaminya dengan benar kita harus mengkaji semua hadits yang berhubungan dengannya. Sehingga kita tidak terjerumus pada penafsiran yang salah.
 Penjelasan pertama;
Sesungguhnya tidak semua ayat atau hadits dapat diartikan secara langsung sesuai makna lahiriyahnya. Hadits وكل بدعة ضلالة merupakan salah satu hadits yang membutuhkan penafsiran. Jika kata وكل بدعة , tidak ditafsirkan, maka apa yang terjadi ? kita semua akan masuk neraka. Kenapa demikian ?
Sebab kehidupan kita tidak lepas dari perbuatan bid’ah. seperti ; cara berpakaian, berbagai jenis perabotan rumah tangga, sarana trasportasi (mobil, motor, pesawat), pengeras suara, lantai masjid yang terbuat dari marmer, dan lain-lainnya yang tidak ada pada zaman Rasulullah saw.

Namun tak satupun ulama yang mengatakan bahwa naik motor, naik mobil, pesawat, lantai Masjid dengan tegel/marmer itu diharamkan.

 Penjelasan kedua
Hadits وكل بدعة ضلالة merupakan hadits yang bersifat umum (Am). Dalam hadits seperti ini biasanya terdapat kata atau kalimat yang tidak disebutkan namun telah dipahami oleh pendengarnya.
Para ulama’ menjelaskan bahwa dalam hadits وكل بدعة ضلالة, terdapat kalimah yang tidak diucapkan oleh Nabi saw, namun telah dipahami oleh para sahabat. Kalimat yang dibuang itu terletak setelah kata “ Bid’atin ” dan bunyinya adalah: “Yang bertentangan dengan syari’at”.
Dengan demikian arti komplit hadits diatas adalah:
“ Semua bid’ah (yang bertentangan dengan syari’at) adalah sesat dan semua yang sesat tempatnya adalah dineraka”.
Terbukti Sayyidina Umar dalam masalah tarawih menyatakan نعمت البدعة هذه. Hal ini menunjukkan Beliau memahami maksud bid’ah di atas sebagaiamana yang dikemukakan para ulama.

 Penjelasan Ketiga
Menurut Imam Nawawi hadits ( وكلُّ بدعةٍ ضلالةٌ ) ditakhshîsh dengan hadits lain sehingga hanya berlaku untuk bid’ah-bid’ah yang dlalalah (Sesat ) . Hadits yang mentahsis adalah :
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ ( رواه مسلم )
Dan hadist;
من ابتدع بدعةً ضلالةً لا تُرضِي اللهَ و رسولَه كان عليه مِثْلُ آثامِ مَن عَمِل بها لاينقص من أوزارهم شيئٌ (رواه الترمذي)
Barang siapa memperbuat bid’ah dlalâlah, bid’ah yang tidak membuat ridla Allah dan
Rasul-Nya maka ia mendapat dosa sebagaimana dosa orang yang melakukan bid’ah tersebut (setelahnya).
Tidak kurang sedikitpun dari dosa mereka. (HR at-Tirmidzai, Ibn Mâjah).
Hadits di atas secara tegas menyatakan bahwa ada pemilahan bid’ah. Terbukti Beliau Rasulullah saw menggunakan kata بدعةً ضلالةً . hal ini membuktikan ada bid’ah yang tidak dlalalah. Umpama semua bid’ah sesat, tentunya Beliau nabi saw , tidak akan menambah kata ضلالة dalam hadits di atas.

Kesimpulan ;
Hal baru yang tidak wujud pada zaman Rosulullah SAW tidak semua dikatakan bid’ah yang sesat (dlolalah), oleh karenanya jangan mudah-mudah untuk menyalahkan serta mengatakan ini bid’ah dlolalah. Seperti halnya (Tradisi Selamatan, Dibaan, manakiban) ini memang belum ada pada zaman Nabi saw secara khusus, namun nilai kebaikannya secara umum ada yaitu; Sedekah dalam tradisi selamatan, Membaca solawat dalam tradisi Dibaan. Serta Mahabbah (cinta) pada orang Soleh dalam tradisi manakiban yang semuanya itu dianjurkan dalam agama islam.

Wallahu A'lam Bisshowab .

mari baca lagi,
Sumber media Pondok Pesantren Putra Menara Al Fattah Mangunsari
Media Da’wah MMQ Pon. Pes Putra Menara Al Fattah
Mangunsari, 31 Oktober 2009


MEDIA DA’WAH MMQ
ISLAM DAN BUDAYA DI INDONESIA
Pon-pes putra Menara Al-Fattah
Mangunsari Tulungagung

Islam datang di bumi nusantara bukan sebagai penakluk sebagaimana penjajah, melainkan datang dengan jalan damai dan dapat dirasakan masyarakat sebagai agama yang mengayomi masyarakat dan sebagai solusi pemecah problem yang menghantui di masyarakat. Sehingga tidak ada yang merasa mendapat tekanan atau paksaan, melainkan sebagai kebutuhan. Hal ini karena agama bukan merubah budaya dan tradisi yang digemari masyarakat. Hal ini dapat diketahui dengan berbagai pendekatan.

1. Islamisasi kultur jawa baik dengan formal atau substansional. Hal ini dapat kita lihat dengan penggunaan istilah di bumi jawa seperti adil, rakyat, musyawarah, kehakiman, pengadilan, dan lainnya.Dan penjawaan istilah-istilah islam seperti Paijo, Bejo, Gang, Sekaten asal dari faiza, gang Syahadatain, dan seperti gak ilok asal dari ga’laiq.
2. Islamisasi budaya dan tradisi. Hal ini Nampak sekali bahwa ritual-ritual dalam agama Hindu seperti pesta kematian sampai 3 hari, 7 hari, 100 hari dan lain-lain diisi dengan ritual-ritual Islam sebagaimana tahlil dan Qiro’atil Qur’an. Demikian pula wayang kulit, jaran kepang diisi dengan nuansa Islami.
3. Dalam memberikan ajaran dengan di ungkapkan melalui symbol seperti orang mati di kasih ikat tiga dengan disertai bunga kenangan yang aslinya dari istilah Qona’ah, Apem yang Isyaroh kirim do’a yang asalnya ‘afwun yang artinya memohon maaf, ketika hari raya ketupat dengan lontng member Isyaroh, kupat yang berarti (ngaku lepat) sehingga menjadi bersatu seperti lontong dan di isyarohi dengan lepet dibuat dari ketan dengan diikat tiga artinya rukunlah sampai mati. Dengan demikian, maka kupat dilarang dilepas tapi harus dibelah dengan pisau. Ketika ada kemanten diberi janur kuning yang Isyaroh datangnya Nur diisyarohi dengan pisang dan gambar burung yang member Isyaroh jangan putus asa seperti pisang dan bertawakkallah seperti burung. Ketika bulan as-Syura membuat bubur untuk mengingatkan peristiwa Nabi Nuh, dll. Masih banyak lagi seperti buang beras kuning yang melambangkan bahwa orang meninggal sudah tidak butuh beras, maka jangan sampai hidup sibuk dengan urusan beras. Perlunya mengabdikan tradisi ini karena rata-rata manusia lebih takut jika diberitahukan bahwa orang tuanya telah melakukannya dari pada diberitahu bahwa hal itu tuntunan yang benar. Hal ini juga dilegalkan dan dianjurkan dalam menyampaikan ajaran agama islam seperti pakaian ihram lambang kita semua dari jenis manusia yang beragam keistimewaan apapun akhirnya akan dibungkus kain kafan tidak apapun yang di bawa melainkan yang ada pada pribadi masing-masing. Sa’i sebagai tilas Dewi Hajar kumpul di Arafah. Berpakaian Ihrom lambang yang mengisyarohkan kita akan kumpul di akhirat, Qurban sebagai lambang membunuh sifat kebinatangan, shalat lambang kematian pakai surban hijau lambang Habaib, baju putih lambang kesucian dan masih banyak lagi dan bahkan Al-Qur’an sering menyebutkan lafadz-lafadz yang dituturkan (hanya menyesuaikan tradisi yang ada)
Contoh :
• وربائكم اللاتي في حجوركم menyebutkan في حجوركم karena menyesuaikan budaya
• ولا تأكلوا الربا اضعفا مضعفا menyebutkan مضعفا karena menyesuaikan budaya
• الخبيثات للخبيثين والطيبات للطيبين والطيرن للطيبات disebutkan karena menyesuaiakn budaya
• الزانية لا ينكحها إلا زان او مشرك وحرم ذلك على المؤمنين dll.
4. Islamisasi perilaku dengan dengan cara instant. Hal ini dipengaruhi dengan adanya budaya masyarakat berkeinginan hal yang instan dengan demikian para ulama’ menerjemahkan ajaran Islam dengan pengalaman yang kadang-kadang kita tidak mampu menyimak seperti diadakannya berdzikir dengan berjama’ah, berjanjen yang diistilahkan dengan Diba’an. Dengan berjam’iyyah, memisah diantara tarawih dengan shalawat tarodli para sahabat dan lain-lain.

Dengan demikian budaya islam di jawa tidak dapat disamakan dengan budaya Arab dan apa saja yang datang dari Arab. Bukan berarti menunjukkan ajaran Islam tapi kita harus dapat menyeleksi dengan arif dan bijaksana apa yang datang dari arab atas dasar agama atau hanya dilatar belakangi dengan budaya. Hal ini banyak yang terjebak sebagaimana tradisi berjubah dan menyentuh jenggot kawannya dan lain-lain.
Wallahu A’lam bissowabi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar